Medianasionalnews.id – Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2021 menjadi momentum untuk mencerdaskan kehidapan berbangsa dan bernegara. Pegiat Media Sosial (Medsos), Wahyudin atau yang akrab disapa nyak menyarankan pemerintah tidak menggunakan Buzzer untuk menyikapi kritikan terhadap pemerintah. Wahyudin/nyak yang juga tokoh pemuda Aceh menyarankan pemerintah sebaiknya membangun budaya komunikasi yang lebih arif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Dalam situasi yang sangat berat ini antara pemerintah semestinya mampu membangun budaya politik yang lebih arif, saling berbagi, sekalipun sikap kritikal tetap dipelihara. Tidak perlu menghunakan “Buzzer-buzzeran” yang bisa menambah situasi semakin panas,” kata Wahyudin/nyak kepada wartawan, Kamis (11/2/2021). Padahal sebelumnya, Presiden Jokowi dalam satu kesempatan mengajak masyarakat agar aktif menyampaikan kritik dan masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Wahyudin/nyak menyambut baik langkah pemerintah yang memberi ruang untuk menyampaikan kritik. Namun, Wahyudin/nyak meminta untuk memelihara budaya berkomunikasi kritis tidak perlu ada Buzzer. “Pihak pemerintah sebagai pengendali kekuasaan juga harus terus terang, jika memang melakukan kekeliruan,” ujarnya. Selama ini banyak pihak mengeluhkan soal adanya Buzzer dalam setiap kritik yang dilakukan terhadap pemerintah. Meskipun kerap dibantah, Buzzer bukan dari pihak pemerintah.
Akan tetapi sulit untuk menepis Buzzer tidak ada relasi dengan pemerintah. “Kan pemerintah selalu bilang (Buzzer -red) itu bukan dari mereka.Tapi kalau kita lihat sulit untuk menepis tidak adanya relasi (dengan Pemerintah -red). Sementara itu pemerhati medsospol, Andi Mulia, SE mengkritisi soal keberadaan Buzzer yang terkesan kebal dari jerat Undang-undang ITE dalam menyatakan pendapat. Berbeda dengan orang orang yang tidak memiliki kepentingan dan hanya tulus melakukan kritik kepada pemerintah di media sosial. “Salah satu indikasi bahwa ada diskriminasi penegakan hukum kalau yang melakukan kesalahan adalah orang orang yang kritis meskipun sudah di-take down postingannya, lalu minta maaf tetap dikriminalisasi. Akan tetapi kalau sebaliknya influencer yang sering membantu narasi-narasi pemerintah sepertinya kebal hukum,”pungkasnya.(@02/hg)