Medan – medianasionalnews. Kontraktor suruhan Kanwil ATR/BPN Sumut mengerahkan pekerja untuk merobohkan pagar lahan eks situs bersejarah Kerapatan Adat Kesultanan Deli di Jalan Brigjen Katamso-Medan, Kamis (7/8/2025). Tapi penjaga lahan Syaiful Bahri mengajukan penolakan terhadap aksi tersebut.
Syaiful Bahri mengemukakan beberapa hari sebelumnya kontraktor bernama Onny Fachrudin itu datang menemuinya guna menawarkan ganti rugi untuk biaya jaga lahan tersebut senilai Rp20 juta. Namun Syaiful menolaknya, karena untuk membangun pagar yang mengelilingi lahan tersebut dia sudah menghabiskan hampir Rp100 juta. “Itu belum lagi honor menjaga lahan yang kalau dinilai Rp1 juta per bulan, maka selama 33 tahun saya di sini diperkirakan mencapai Rp396 juta,” katanya.
Dia mengatakan mengantongi surat dari lurah Kelurahan Aur untuk menjaga lahan eks situs bersejarah tersebut, karena berada dalam pengawasan pemerintah kota. “Begitupun bukan berarti saya menolak untuk pindah dari sini, tapi gantilah biaya yang sudah saya keluarkan berikut apresiasi berupa honor menjaga lahan ini selama 33 tahun,” tambahnya.
Sementara kontraktor Onny Fachrudin ketika ditemui wartawan di lapangan menyebutkan dia hanya menjalankan perintah dari Kanwil ATR/BPN Sumut untuk mengambil alih lahan tersebut dan membangunnya. “Kalau ada yang mau ditanyakan silakan hubungi Kanwil ATR/BPN Sumut,” katanya.
Namun sebelumnya, menurut Syaiful Bahri, kontraktor Onny Fachrudin sempat memaksanya menerima uang Rp20 juta sebagai ganti rugi. ” Kalau tidak mau, terpaksa kita main paksa karena sudah menyiapkan TNI, polisi dan kejaksaan untuk bergerak,” ungkapnya dalam pertemuan yang sempat divideokan Syaiful Bahri secara diam-diam.
Seperti diketahui lahan eks situs bersejarah itu dalam penguasaan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), tetapi instansi ini meminta Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara untuk melakukan pengamanan 78 aset eks BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) di Sumut dengan tidak menerima dan memproses pengalihan haknya, termasuk tanah situs bersejarah Gedung Kerapatan Adat Kesultanan Deli tersebut. Tapi kenyataannya Kanwil ATR/BPN Sumut malah mengklaim lahan tersebut sebagai aset miliknya, karena itu akan memanfaatkannya dengan menugaskan kontraktor membangunnya.
DJKN sendiri mengajukan permintaan atau permohonan kepada Kanwil BPN Sumut melalui surat yang ditandatangani oleh Kepala Kanwil DJKN Sumut, Tedy Syandriadi, pada 23 Agustus 2022. Lahan itupun diketahui berstatus stanvas karena banyak pihak mengklaim kepemilikannya, apalagi sebagai situs bersejarah dan cagar budaya seyogianya lahan itu juga dilindungi oleh Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Namun situs di atas tanah itu sudah dihancurkan sejak tahun 1987 silam, bahkan sudah rata dengan tanah pada 2004.
“Semestinya tanah situs bersejarah tidak boleh dimiliki oleh siapapun, apalagi jika berstatus stanvas,” kata seorang sumber selaku tokoh masyarakat setempat.
Syaiful Bahri yang menjaga lahan tersebut sejak tahun 1992 menambahkan dia menerima banyak klaim dari berbagai pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah situs bersejarah itu. Bahkan Kanwil ATR/BPN Sumut pun mengakui tanah bersejarah itu sebagai aset miliknya juga sehingga ingin mengambilalihnya untuk dimanfaatkan.
“Saya mendapat surat dari Kanwil ATR/BPN Sumut pada 22 Juli 2025 untuk menghentikan aktivitas penjagaan di tanah tersebut karena akan diambilalih, padahal selama 33 tahun saya jaga lahan itu selalu dalam keadaan rapi dan terjaga. Heran juga saya sejak kapan ATR/BPN Sumut menjadikannya aset, padahal sayalah yang terus menjaga dan merawatnya dengan biaya sendiri,” kata Syaiful. Surat dari Kanwil ATR/BPN Sumut itu ditandatangani Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil ATR/BPN Sumut Erni Aprida Hasibuan.
Syaiful menceritakan awal diamanahkan untuk menjaga tanah bersejarah ini kondisinya kumuh dan banyak lalang. “Setelah saya bersihkan semua dan saya pasang pagar, barulah muncul pihak-pihak yang mengaku pemilik tanah bersejarah ini, termasuk BPN Sumut juga mengaku sebagai pemilik tanah ini. Bukannya saya tidak mau keluar dari tanah bersejarah ini, tapi tunjukanlah dokumen kepemilikannya yang sah serta gantilah biaya penjagaan dan uang pagar yang saya pasang selama ini,” ujarnya.
Syaiful menambahkan permasalahan ini membuatnya menyurati Presiden RI, Mabes Polri dan Mahkamah Agung. “Karena, banyak orang yang mengakui pemilik tanah bersejarah ini, bahkan berulangkali saya sudah memberi keterangan kepada polisi karena banyak pihak mengakui kepemilikannya tapi tak bisa menunjukkan bukti kepemilikan yang sah,” ungkapnya.
Kepala Seksi (Kasi) 2 Kanwil ATR/BPN Sumut Abdul Rahim Nasution saat dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp, terkait tanah bersejarah yang diserobot ATR/BPN Sumut melalui kontraktor Onny Fachrudin meminta untuk menghubungi Kabag TU selaku pengelola aset. “Setahu saya ada pihak lain yang meminjamkan lahan tersebut kepada Kanwil ATR/BPN Sumut,” katanya tanpa menyebutkan pihak tersebut.
“Itu merupakan areal yang dipinjamkan oleh pihak lain ke BPN, pak. Setahu saya, areal tersebut aset dari BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang diserahkan ke BPN, pak. Demikian info yang saya ketahui yang dapat saya sampaikan, mengingat saya hanya bertugas di bidang penetapan hak, sedangkan pengelola asetnya ada di bagian Tata Usaha,” jawab Abdul Rahim Nasution.
Sementara Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil ATR/BPN Sumut Erni Aprida Hasibuan saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, terkait klaim instansinya atas tanah situs bersejarah Gedung Kerapatan Adat Kesulitanan Deli tidak memberi jawaban sama sekali. Bahkan saat wartawan datang ke Kanwil ATR/BPN Sumut untuk menemuinya disebutkan pihak security bahwa yang bersangkutan tidak berada di tempat. Red